Hadits Ahad

                                 BOLEHKAH BERHUJJAH DENGAN HADITS AHAD ? * 

Pendahuluan
Beberapa waktu belakangan ini problematika hadits ahad menjadi sebuah diskusi hangat dan perdebatan yang panjang dikalangan para thalibul ilmi di Universitas, terutama mereka yang mendalami ilmu agama khususnya lagi yang konsentrasi dalam bidang hadits ,banyak fenomena yang mengungkapkan masalah boleh atau tidaknya menjadikan hadits ahad ini menjadi dalil dalam pengambilan hukum
Saat penulis duduk dibangku kuliah di Indonesia, Penulis  membaca sebuah sebuah buku yang mengatakan bahwa nabi Isa Alaihissalam tidak akan turun akhir di akhir zaman nanti, kenapa? Karena ( katanya ) hadits-hadits yang berkaitan dengan turunnya nabi Isa Alaihissalam adalah haditsnya hadits ahad. Disisi lain sekelompok jama’ah menyesatkan dan mengkafirkan hizbuttahrir karena mereka tidak mau berpegang dengan hadits ahad.
Karena itu penulis melihat begitu pentingnya pembahasan hadits ahad ini, diantaranyanya adalah karena berkembangnya akhir-akhir ini perbedaan yang cukup tajam antara kelompok yang menerima hadits ahad dan yang menolak hadits ahad untuk dijadikan hujjah. Mengingat studi ilmu hadits di Indonesia masih rendah, maka sudah sepatutnyalah kita yang kuliah di Al Azhar ini untuk menjelaskan perkara ini.
Dalam makalah ini, penulis berusaha semampu mungkin membahas persoalan hadits ahad baik itu dari segi defenisi dan hukum apakah hadits ahad itu boleh dijadikan Hujjah atau tidak.
Defenisi Hadits Ahad
Kata-kata ahaad  adalah bentuk jama’  dari kata ahad, yang berarti hadits yang diriwayatkan  oleh satu orang rawi, jadi Secara sederhana hadits Ahad adalah hadits yang selain hadits mutawatir.
Pembagian Hadits Ahad
Secara jumlah  bilangan rawi terbagi kepada tiga bagian :
Masyhur  : yaitu hadits yang diriwayatkan tiga orang lebih – disetiap tingkatannya – tapi   tidak mencapai derajat mutawatir
Contohnya :

المسام من سلم المسلمون من لسانه و يده

Aziz : yaitu hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang – disetiap tingkatannya –
Contohnya :

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده و الناس أجمعين

Gharib : yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi.
Contohnya   hadits

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
Dan setiap  jenis hadits ini memiliki pembagian lagi, namun kita tidak akan membahasnya terlalu dalam, mengingat bahwa pembahasan kita adalah masalah boleh tidaknya berhujjah dengan hadits Ahad tersebut.
 Sedangkan berdasarkan kuat dan lemahnya. Hadits ahad terbagi kepada dua macam :
Pertama :  Diterima, dan  wajib beramal dengannya , apabila  hadits ahad tersebut kuat kebenarannya dalam artian bahwa hadits ahad itu adalah shahih
Kedua :  Ditolak  apabila hadits ahad ini tidak kuat kebenarannya atau tidak shahih.
Hukum Beramal dengan Hadits Ahad
Tidak ada perbedaan dikalangan jumhur ulama hadits  bahwa hadits ahad bisa dijadikan hujjah dan boleh  beramal dengannya.  Ulama- ulama salaf mereka sepakat bahwa bolehnya berpegang dengan hadits ahad – Jika hadits ahad itu shohih – dalam segala urusan baik ibadah maupun aqidah. dibawah ini kami nukilkan beberapa pendapat para  ulama-ualam salaf tentang hadits ahad :
Ibnu Hajar رحمه الله  berkata:
Sungguh sudah terkenal perbuatan shahabat dan tabi’in dengan dasar hadits ahad dan tanpa penolakan. Maka telah sepakat mereka untuk menerima hadits ahad.
Ibnu Abil ‘Izzi  رحمه الله  berkata :
Hadits ahad, jika para ummat menerima sebagai dasar amal dan membenarkannya, maka dapat memberikan ilmu yakin (kepastian) menurut jumhur ulama. Dan hadits ahad termasuk bagian hadits mutawatir, sedangkan bagi kalangan ulama Salaf tidak ada perselisihan dalam masalah ini
Imam Ahmad رحمه الله berkata ;
Semua yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan sanad baik, maka kita tetapkan dan bila tidak tetap (tidak sah) dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan kita tidak menerimanya maka kita kembalikan urusan itu kepada Allah Subhanahu waTa’ala.
Ibnu Taimiyah  رحمه الله berkata :
Hadits, apabila sudah shahih semua umat Islam sepakat wajib untuk mengikutinya
Imam syafe’i  رحمه الله juga tidak mensyaratkan hadits untuk diterima kecuali keshohihan hadits tersebut.
Syarat-Syarat beramal dengan Hadits Ahad
Imam syaukani  رحمه الله dalam kitabnya “  Irsyaadul fuhuul “ menyebutkan bahwa syarat  beramal dengan hadits ahad terbagi kepada :
Syarat mukhbir yaitu rawi . Diantaranya adalah :
1.  Mukallaf  , tidak diterima riwayat yang berasal dari anak kecil dan  orang gila.
2.   Islam , tidak sah riwayat yang berasal orang kafir,baik  yahudi, nashrani dan sebagainya
3.  ’Al –‘adaalah . Ini adalah syarat mutlaq dan para ulama hadits sepakat atas wajibnya ke ‘adalahan rawi dalam meriwayatkan hadits. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Zarkasyi  dalam kitab “ Bahrul Muhith
4.   Dhabturrawi, Merupakan sebuah kemestian bagi perawi hadits bahwa dia harus dhabith agar riwayatnya tersebut tsiqqah dan terjaga dari kesalahan dan kelupaan dalam hafalannya.
5. Gairu Mudallis , artinya Seorang perawi tidak melakukan upaya tadlis  ( menyembunyikan kecacatan dalam sanadnya dan secara dhahirnya riwayat tersebut kelihatan baik ) baik itu dalam matan hadits atau sanad hadits.
Sedangkan syarat mukhbir ‘anhu ( madlul  khabari )  diantaranya adalah :
1.  tidak mustahil menurut akal
2. Tidak menyalahi Nash yang qath’i
3. Tidak menyalahi ijma’ Ummat dengan Hujjah yang qath’i
   Sedangkan Mazhab maliki mensyaratkan diterimanya hadits ahad apabila tidak menyalahi amaliyah ahlu madinah. Karena ahlu madinah mereka mewarisi amaliyah-amaliyah dari generasi-generasi sebelumnya. Dan juga mereka mensyaratkan tidak menyalahi qawa’id ushuliyah
Adapun Mazhab Hanafiyah mensyaratakan bahwa diterimanya hadits ahad diantaranya  apabila tidak menyalahi  qiyas yang shohih dan qawa’id ushuliyah yang telah ditetapkan oleh syari’at dan mensyaratkan bahwa rawi tidak melakukan perbuatan yang menyalahi hadits yang diriwayatkannya.
Namun Imam Syafi’I dan Hanbali tidak mensyaratkankan syarat diatas kecuali keshahihan hadits tersebut berdasarkan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para Ulama hadits.
Jawab ; Pendapat Mazhab Hanafi dan Maliki ini lemah karena apabila hadits itu mencapai derajat shahih maka mesti diikuti dan diambil untuk diamalkan dan dan meng Istinbatkan hukum dengannya.baik itu ahlu madinah sepakat atau tidak ,baik itu rawi mengamalkannya atau tidak atau berbeda dengan qawaid ushuliyah.
KELOMPOK YANG MENOLAK HADITS AHAD
Terbagi kepada dua golongan. Yaitu :
A, Kelompok yang menolak hadits ahad secara muthlaq seperti Mu’tazilah dan khawarij ( Lihat . Kitab Syarah Ushulil khamsah oleh Qadhi Abdul jabbar
B.  Kelompok yang menolak hadits Ahad untuk hujjah dalam masalah aqidah dan menerima hadits ahad dalam masalah ahkam dan furu’ seperti sebahagian ahli kalam, asya’irah dan maturidiyah (lihat Kitab asya’irah diantaranya irsyaad ila qawaathi’ al adillah fi ushulil I’tiqaad oleh Imam Juwainy dan Asaas taqdiis oleh imam Arrazi)
. Dalil- dalil kehujjahan hadits ahad sekaligus bantahan Syubhat yang mengingkarinya
1.      Firman Allah dalam surat at-taubah ayat 122

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ ذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

2.      Firman Allah dalam  Surat  Al Hujurat ayat 6

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا

3.      Firman Allah dalam Surat al Anbiya’ ayat 7
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ


4.      Firman Allah dalam Surat  Nuh ayat 1.
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنذِرْ قَوْمَكَ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم  
5.      Hadits mutawatir yang menjelaskan pengutusan sahabat ke daerah-daerah jauh untuk berdakwah seperti Mu’adz Bin Jabal ke Yaman, Mush’ab Bin Umair ke Yastrib dan Abu Ubaidah Bin Jarah ke daerah Najran.
6.      Nabi mengirim 12 delegasi untuk surat kepada  12 raja-raja seperti herclius
7.      Hadits yang menjelaskan pemindahan qiblat
8.      Hadits  tentang pengharaman khamar sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Bin malik
9.      Nabi mengutus Ali Bin Abi Thalib untuk menyampaikan ayat dari surat Bara’ah
10.   Nabi mengutus Abu Bakar untuk menjadi wali dalam urusan haji pada tahun ke 9 hijriah

DR. Mustafa Shiba’i dalam kitabnya “ Assunnah wamakaanatuha Fi Tasyri’ “ beliau menukilkan dari kitab  “ Ar-risalah Imam Syafi’I “ menyebutkan ada sekitar 34 dalil yang menegaskan tentang kehujjahan hadits Ahad tersebut.
Dr. Rifat Fauziy, berkata, “ Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang,dua orang, atau lebih akan tetapi belum mencapai tingkat mutawatir, sambung hingga Rasulullah saw. Hadits semacam ini tidak menghasilkan keyakinan, akan tetapi hanya menghasilkan dzan….akan tetapi, jumhur ‘Ulama berpendapat bahwa beramal dengan hadits ahad merupakan kewajiban.”

 Disini kami sebutkan  diantara kitab-kitab kontemporer yang membahas masalah hadits ahad yaitu
1.      Hadits Ahad Hujjah binafsihi fil aqaa’id wal ahkam  oleh Syaikhuna Muhammad Nashiruddin Albani
2.      Akhbaarul ahaad fil hadits Annabawi oleh  Assyaikh DR. Shalih Jibrin
3.       Ashlu Addin oleh Prof. Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar
4.      Raad syubhat ilhaad fil Ahaadits Ahaad oleh Abdul Aziz Rasyid

Penutup
 Adapun pembahasan hadits ahad ini tidak pernah dibahas sebelumnya oleh Ahlu  para generasi terdahulu sebab mereka tidak pernah membedakan hadits itu mutawatir ataupun ahad, yang mereka bedakan adalah shahih tidaknya hadits tersebut. Manhaj Ahlu sunnah wal jama’ah berpendapat bahwa wajib berpegang dengan hadits Ahad – yang shahih- sebagai mana yang kita dapati dalam kitab-kitab ulama ahlu sunnah tersebut. Dan penulis sendiri juga mengambil pendapat yang membolehkan berpegang dengan hadits Ahaad jika hadits ahad tersebut shahih, baik dalam masalah Aqidah, ahkam dan furu’.
  Demikianlah makalah singkat ini kami tulis mengingat begitu pentingnya pembahasan hadits ahad ini terutama bagi yang kita yang bergelut dengan ilmu ushuluddin dan syari’ah wal bil khususnya yang konsentrasi dibidang hadits & ilmu hadits.

Bibliografi
1.      Asyqar, Umar Sulaiman . Aqidah fillah . Kairo : Dar el Salam 2008
2.      Karim, Abdul Karim . Al Wajiz fi ushulil fiqh . Beirut : Penerbit Arrisalah 2009
3.      Syaukani, Imam . Irsyaadul fuhuul ila tahqiqil ilmi ushul, tahqiq Abu hafsh al araby al atsary
Kairo :  Cetakan Faruq el haditsah 2009
4.      Shiba’I, Musthafa. Sunnah wamakaanatuha fi tasyri’. Kairo : Dar el Salam 2008
5.      Syinqhity, Muhammad Amin. Mudzaakar ushul el fiqh. Suriah : Dar ulum wal hikam 2004
6.      Thohan, Mahmud. Taisir musthalah hadits. Riyadh :penerbit Ma’arif 2004
7.      WWW. Manhaj.or.id
8.      Yusri, Muhammad. Mubtadi’ah wa mauqifu ahlu sunnah minhu. Kairo : Dar yusri 2007
9.      Zuhaily,Wahbah. Al wajiz fi Ushulil fiqh. Beirut : Dar fikri

*Dipresentasikan waktu diskusi fakultatif Forum Komunikasi dan Informasi Mahasiswa Indonesia di Dimyath  tanggal 11 november 2010
** Mahasiswa Fak.Ushuluddin wa da’wah Jurusan hadits waulumuhu Universitas Al Azhar - Mansoura

0 comments: